Utamakan Pandangan Allah

0
Pada suatu pagi kira-kira di tahun 2007, seperti biasa mentari bersinar cerah menyapa rerimbunan daun pepohonan yang terdiam lesu dalam dinginnya pagi. Kicau burung terdengar ramai, terbawa oleh semilir angin pagi yang lembut, membuat suasana pagi terasa lebih sejuk dan alami. Begitu indah pagi ini, pikirku seraya melangkahkan kaki meninggalkan mesjid tempat aku biasa menunaikan shalat dhuha pada jam istirahat pertama.

Sudah menjadi kebiasaanku waktu itu, aku segera menuju kantin di halaman depan mesjid untuk sekedar menghabiskan 1 batang rokok ditemani segelas kopi panas, sambil menghabiskan waktu istirahat. Tak ingin kehilangan banyak waktu sebelum waktu istirahat habis, aku melangkah dengan sedikit bergegas di antara rombongan murid yang berlalu-lalang.

Di kantin, sambil berbincang-bincang tentang berbagai hal dengan seorang sahabat, aku memperhatikan berbagai macam orang yang berada di halaman mesjid, mulai dari murid-murid PAUD, TK, SD, SMP, SMA, hingga bapak dan ibu-ibu yang ingin menjemput atau menemui anaknya yang sedang menuntut ilmu di kompleks sekolah tempat aku mengajar. Kebanyakan dari siswa-siswi sedang membeli jajanan pengisi perut setelah menunaikan shalat dhuha.

Di depan kantin, aku melihat seorang wanita muda sedang berdiri sambil sesekali melihat ke sekeliling. Dia tampak gelisah, mungkin sedang menunggu seseorang. Sesekali dia tampak sibuk dengan telpon genggamnya. Rambutnya yang sebagian dicat agak pirang tampak berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Pakaian yang cukup modis ketat membalut tubuhnya, menampakkan hampir seluruh lekuk tubuhnya yang langsing dan tampak terawat kepada setiap mata yang memandang. Tak lama kemudian, dia melangkah pergi entah ke mana.

Beberapa saat kemudian, seorang wanita berjilbab tampak berjalan di antara kerumunan orang. Sebelah tangannya mendekap sejumlah buku ke dadanya. Dari penampilannya, aku menduga bahwa dia kemungkinan besar adalah seorang pengajar di TPQ masjid. Dan yang tidak bisa aku lupakan sampai sekarang adalah, wanita itu memiliki kelainan fisik. Astaghfirullahaladzim .... Kakinya amat pendek, terlalu pendek bagi ukuran wanita seusianya, sehingga tinggi tubuhnya tidak lebih dari pinggang orang dewasa. Namun, kedamaian tampak jelas terpancar dari wajahnya. Kedamaian yang insya Allah bersumber dari keikhlasannya menerima takdir Allah serta dari keyakinannya untuk bisa membawa manfaat bagi orang lain. Dan saya kagum kepadanya.

Saudara-saudaraku, mari kita renungkan kedua perbandingan di atas. Saya tidak mau ber-suudzon terhadap wanita yang pertama. Namun jelas, apapun yang dia lakukan, kesempurnaan kondisi fisik tetap saja tidak mampu melepaskan dirinya dari kegelisahan dan kerisauan jiwa. Entah apa yang dicarinya dan apa tujuannya dalam hidup. Isyarat yang dengan jelas dapat saya tangkap adalah bahwa kecantikan belum menjadi jaminan atas kebahagiaan.

Marilah kita mengambil hikmah dari gambaran wanita yang kedua. Dia tampak ikhlas dan tabah menerima kekurangan fisiknya. Dia tidak malu dan minder karena kakinya yang pendek yang membuatnya tampak lucu jika berjalan. Dia tidak peduli dengan cibiran dan perkataan orang. Seolah dia meyakini bahwa pandangan Allah-lah yang paling utama. Sehingga dia tidak mengurung diri karena cacat fisiknya. Sebaliknya, dia bersemangat untuk bisa berbuat dan berbuat agar bisa bermanfaat bagi orang lain.

Subhanallah, baru saja Allah memberikan kepada kita satu hikmah lagi untuk kita pelajari. Bisa jadi, Allah memberikan kita berbagai macam keterbatasan di dunia, seperti cacat dan kekurangan fisik atau materi, karena Allah terlalu mencintai kita. Allah sayang kepada kita dan Dia ingin menghindarkan kita dari banyak perbuatan dosa di dunia, untuk digantinya dengan kenikmatan surgawi yang kekal dan tak terbatas nanti di akhirat.

Jika kita renungkan, betapa banyak perbuatan dosa berawal dari pandangan mata terhadap indahnya dunia dan makhlukNya. Betapa banyak pula langkah kaki yang tergelincir oleh silaunya gemerlap dunia. Banyak pria maupun wanita harus bermandi dosa hanya karena mereka dikaruniai kesempurnaan fisik yang membuat lawan jenisnya jatuh dalam nafsu birahi yang jauh dari ridha Allah. Banyak juga orang-orang yang tertipu oleh kemilau harta dunia hingga melupakan tugasnya untuk beribadah kepada Allah, Sang Pemilik Kehidupan. Sebaliknya, betapa sedikitnya dosa-dosa orang-orang buta, para tuna netra yang harus hidup di dunia dengan menggunakan mata batin, bukan mata kepala. Mereka yang kita anggap orang-orang malang di dunia, bisa jadi lebih beruntung di hadapan Allah daripada kita yang sangat sulit menjaga pandangan mata kita.

Karena itu saudara-saudaraku, marilah kita belajar melihat segala sesuatu dari mata Allah. Utamakanlah pandangan Allah, bukan pandangan manusia. Sehingga, dalam menilai sesuatu, kita juga mempertimbangkan bagaimana Allah menilai hal tersebut. Allah telah mengajarkan kepada kita:
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. (Q.S. 2:212)
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. 3:14)
Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (Q.S. 15:88)
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Q.S. 24:30-31)
Manusia dengan sifat lupa dan tidak-puasnya memang merupakan tempat berbagai macam perbuatan khilaf. Mata kita terlalu terbatas kemampuannya untuk menilai, dan seringkali masih terpengaruh oleh orang-orang atau keadaan di sekitar kita. Otak kita pun masih seringkali tercemari oleh berbagai macam kepentingan duniawi. Padahal, yang indah di mata kita tidaklah selalu baik di mata Allah. Begitu pula sebaliknya, yang baik bagi kita di mata Allah tidak selalu indah di mata manusia. Allah bekerja dengan tangan-tanganNya yang kadang jauh dari logika manusiawi kita. Dialah Pemilik rahasia dibalik semua rahasia. Wallahua'lam bissawab.

Post a Comment

0 Comments

Post a Comment (0)